Kemenkop dan UKM Perkuat Pengawasan Koperasi, Pasal Tersebut telah Dimasukan dalam RUU Koperasi dan RUU Cipta Kerja
Sejak ijin usaha dikeluarkan untuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP), maka sejak itu pula terjadi sinergi dengan kementerian dan lembaga lain yang terkait mulai berjalan. Baik di pusat maupun di provinsi dan kabupaten/kota. Namun perundang-undangan telah mengatur, siapa harus melakukan apa. Jadi semestinya tidak boleh terjadi salah urus.
Intinya semua pihak harus tetap melakukan tugas dan antisipasi, atas dinamika koperasi termasuk bila koperasi semakin besar. Perlu diketahui koperasi yang dikenal sekarang sudah ada sejak abad 18. Saat itu terjadi evolusi industri 1.0. Sejak itu terus berprose, sehingga masalah dan aktivitasnya jelas sudah jauh berbeda dengan saat itu.
Kita maklum, bahwa sekarang sudah jaman revolusi industri 4.0. Artinya koperasi juga mutlak beradaftasi dengan masanya. Digitalisasi dan efisiensi harus menjadi peradaban baru dalam usaha koperasi. Demikian disampaikan Prof Rully Indrawan, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM saat menjadi keynote speaker dalam acara Webinar bertema “Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Sariah Koperasi Vs Praktik Shadow Banking, dan Pengawasan Pemerintah” di Jakarta, (14/6).
Masih lanjut Prof Rully pada gelaran tersebut yang mendatangkan pembicara, antara lain, Tongam Lomban Tobing Ketua Satgas Pengawasan Waspada Investasi OJK, Agus Santosa, Staf Khusus Bidang Hukum Menteri Koperasi dan UKM, Maman Tirta Utama, Praktisi IT Koperasi, dan Dr Ahmad Subagyo Pengamat Gerakan Koperasi.
Prof Rully mengakui bahwa materi ini pun pernah disampaikan pada 2015, saat menduduki Ketua Dewan Kopeasi Wilayah (Dekopinwil) Jawa Barat. Dikatakan saat itu, bahwa koperasi itu membutuhkan pengawas independen. Mengingat ada persoalan-persoalan koperasi yang diatur dalam regulasi UU No 25/92 itu belum cukup. Alasan lain, masih banyak persoalan dalam hal pengawasan oelh pemerintah sesuai amanat UU itu. Sebab payung hukum dalam bidang pengawasan oleh pemerintah ini diakuinya masih setengah hati.
“Kita akui UU No 25/92 sudah harus direvisi, kewenangan pemerintah hanya memberikan pemeriksaan dan pemantauan. Tidak bisa memberikan sanksi-sanksi yang tegas. Inilah persoalan yang kita hadapi. Sepanjang hanya diatur dalam regulasi yang ada itu, kita memang harus terus berpikir bagaimana porsi pengawasan yang semestinya, bisa dilaksanakan dengan tegas. Tetapi di sisi lain persoalan SDM pengawas yang kita miliki juga masih lemah dan kurang,” paparnya.
Prof Rully pun mengisahkan, ketika dirinya bergabung di Kementerian Koperasi dan UKM pada akhir 2018, ia mengakui para sejawatnya di tempat tersebut, sudah melakukan langkah-langkah strategis. Misalnya dalam RUU Perkoperasian, perihal pengawasan sudah diperkuat. Malah dia mengakui pihaknya juga mengudang dari para pakar-syariah, karena persoalan koperasi syairah juga masuk dalam RUU Perkoperasian. Saat ini bersiap untuk membentuk sebuah tim perumus RPP yang khusus untuk mengawasi koperasi syariah.
“Dalam RUU Perkoperasian, koperasi syariah selain diatur dalam operasional juga dalam pengawasan. Jadi, nanti kita berikan sanksi bagi koperasi yang menggunakan lebel syariah, tetapi tidak menggunakan prinsip syariah, maka akan kena sanksi pidana maupun perdata,” tandas Prof Rully.
Begitu pula dalam RUU Cipta kerja, pihaknya sudah memasukan usulan tambahan kepada Menkopolhukam, dan ditembuskan kepada DPR agar pengawasan itu mejadi materi RUU Cipta kerja. Tujuannya, supaya memperkuat payung hukum dari pengawasan oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
Masih diakui Prof Rully, soal pengawasan memang hal yang sangat penting dan harus terus diperkuat. Untuk itu pihaknya sejak 2019 telah menetapkan adanya pengawasan di pusat dan di daerah. “Minggu depan akan kita lantik 102 jabatan fungsional pengawas koperasi. Sebanyak 41 orang di ditempatkan pusat dan 61 orang kita tempatkan di daerah. Jelas jumlah ini masih sangat sedikit, karena di daerah itu setidaknya ada 1.261 pengawas. Tapi kami akan terus memproses sesuai kuota atau paling tidak mendekati. Dengan begitu kita harapkan tugas pengawasan koperasi dilakukan secara lebih baik lagi dan profesional,” jelasnya lagi.
Selain itu imbuh Prof Rully, pihaknya pun akan terus melakukan koordinasi antar lembaga terkait, seperti dengan OJK, Bareskrim, PPATK, KPPU bahkan BIN pun pernah diundang demi ingin serius melakukan pengawasan yang lebih baik lagi. Prof Rully juga mengatakan telah membicarakan panjang lebar dengan Menteri Koperasi dan UKM, terkait adanya pengawas independen yang satu paket dengan RUU Cipta Kerja yang disusun secara simultan.
Akhirnya pada kesempatan tersebut, Prof Rully menyimpulkan sedikitnya ada tigal hal yang disampaikan pada kegiatan webinar tersebut. Pertama, mengapresiasi kegiatan tersebut, sehingga bisa menyamakan persepsi satu sama lain, demi perbaikan langkah koperasi kedepan karena sistem pengawasan yang kuat. Kedua, terus mensinergikan apa-apa yang dipikirkan dan dilakukan para sejawat, diantaranya dengan OJK dan PPATK.
Kebetulan kata prof Rully, Agus Santosa itu pernah lama di PPATK, sehingga mengerti betul bagaimana transaksi keuangan yang ada di negara ini termasuk oleh koperasi. “Ketiga kita katakan untuk pengawasan koperasi berada di sebuah era baru, dimana suka tidak suka kita membutuhkan kepercayaan publik yang lebih luas dari pada saat ini, dengan memperaiki sistem pengawasan,” tutupnya. (Esawe).
sumber : https://pipnews.co.id/uncategorized/kemenkop-dan-ukm-perkuat-pengawasan-koperasi-pasal-tersebut-telah-dimasukan-dalam-ruu-koperasi-dan-ruu-cipta-kerja-2/